KANKER KOLON
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
NILAWATI
DOSEN
PEMBIMBING : SAFRIL, M. Pd
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
GETSEMPENA
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat
keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua
kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab
ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria
maupun wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya
barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di
negara ini setiap tahunnya.
Insidensnya meningkat sesuai dengan usia,
kebanyakan pada pasien yang berusia lebih dari 55 tahun. Kanker ini jarang
ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis
ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya,
walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rectum
lebih sering pada pria.
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
Distribusi tempat kanker pada bagian – bagian kolon adalah sebagai berikut :
Asendens : 25 %
Transversa : 10 %
Desendens : 15 %
Sigmoid : 20 %
Rectum : 30 %
Namun pada tahun – tahun terakhir, diketemukan adanya pergeseran mencolok pada distribusinya. Insidens kanker pada sigmoid & area rectal telah menurun, sedangkan insidens pada kolon asendens dan desendens meningkat.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira – kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun adalah 40 – 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimptomatis dalam jangka waktu yang lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rectal.
B.
Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya
hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal (seperti juga
divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia
barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat
refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive ( Afrika )
dengan diet kaya serat kasar. Burkitt ( 1971 ) mengemukakan bahwa diet rendah
serat, tinggi karbohidarat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan
perubahan degradasi garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein &
lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah
serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam
feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat,
akibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah
lama.
C.
Patofisiologi
Kanker kolon dan rektum terutama (95 %) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa
cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur
yang berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
perikolon dan mesokolon
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati
karena kolon mengalirakan darah ke system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen
atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Dengan menggunakan metode Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
tanpa keterlibatan nodus limfe.
Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.
D.
Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa
caiaran, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan
menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer.
Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya
dapat dideteksi dengan tes Guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di
klinik). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang
kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat teraba, tetapi jarang pada stadium awal.
Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang –
kadang pada epigastrium.
Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan
perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri
kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar,
sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita.
Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia
akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat
mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala
pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan
defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat –
alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah
evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare
bergantian, serta feses berdarah.
E.
Pemeriksaan Diagnostik
The American Cancer Society merekomendasikan pemeriksaan rectal manual setiap tahun bagi orang dengan usia di atas 40 tahun, sample feses untuk menilai adanya darah setiap tahun setelah usia 50 tahun dan proktosigmoidoskopi setiap 3 – 5 tahun setelah usia 50 tahun, yang mengikuti pemeriksaan dengan dua kali hasil negative setiap tahunnya. Rekomendasi ini adalah untuk orang – orang yang asimtomatik, dan evaluasi lebih sering pada individu yang diketahui mempunyai factor – factor resiko yang lebih tinggi. Sebanyak 60 % dari kasus kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi.
F.
Penatalaksanaan Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative. Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kolon ( termasuk rectum ) merupakan tempat
keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon menyerang individu dua
kali lebih besar dibandingkan kanker rectal. Kanker kolon merupakan penyebab
ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria
maupun wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Ini adalah penyakit budaya
barat. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis di
negara ini setiap tahunnya.
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum
diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah
diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin adalah adanya riwayat kanker
payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat
penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi yang penting adalah adanya
hubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker kolorektal (seperti juga
divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia
barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat
refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitive ( Afrika )
dengan diet kaya serat kasar.
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne
C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi
8, EGC, Jakarta, 2002.
Gale, Danielle
& Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta, 2000.
Price, Sylvia A.,
& Wilson, Lorraine M., Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses– Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC,
Jakarta, 1995.
No comments:
Post a Comment