Pertama-tama harus diketahui dulu hukum aborsi dalam fiqih Islam. Menurut kami, pendapat terkuat (rajih) adalah pendapat yang menyatakan, jika usia janin sudah berusia 40 hari, haram hukumnya melakukan aborsi pada janin tersebut. Demikianlah pendapat Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
"Jika
nutfah (zigote) telah lewat empat puluh dua malam [dalam riwayat lain ; empat
puluh malam], maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia
membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya,
kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya
(kepada Allah),'Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki
atau perempuan ?' Maka Allah kemudian memberi keputusan..." (HR.
Muslim, dari Ibnu Mas’ud RA)
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan
penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah
melewati 40 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah
penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai ciri-ciri sebagai manusia yang
terpelihara darahnya (ma'shumud dam). Yakni maksudnya haram untuk dibunuh.
Maka tindak penganiayaan terhadap janin tersebut merupakan pembunuhan
terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka ibu si
janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut
bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan
pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak
kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat (tebusan) bagi janin yang gugur.
Diyatnya adalah seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat
manusia sempurna (yaitu 10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam
hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
Rasulullah SAW memberi keputusan dalam
masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati,
dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan..."
(HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim
Zallum, 1998).
Jika usia janin sudah berumur 120 hari
(atau empat bulan), keharaman aborsi lebih tegas lagi, sebab dalam usia 120
hari tersebut, Allah SWT sudah memberikan nyawa (ruh) pada janin tersebut.
Perhatikanlah dalil-dalil syar’i berikut :
Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul
kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’ (zigote),
kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ (embrio) selama itu pula [40
hari], kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ (fetus) selama itu pula
[40 hari], kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi).
Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.”
(QS Al An’aam [6] : 151)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan
kepadamu.” (QS Al Isra` [17] : 31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut
syara’).” (QS Al Isra`[17] : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur
hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (QS At
Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini, maka aborsi
juga haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam
keadaan demikian berarti aborsi adalah pembunuhan yang telah diharamkan Islam.
Aborsi Bayi Cacat
Apakah bayi yang cacat, seperti yang
ditanyakan oleh penanya di atas, boleh diaborsi? Jawaban kami adalah, secara
syar’i hukumnya tetap haram. Sebab dalil-dalil umum yang mengharamkan aborsi
--seperti telah kami paparkan di atas-- dapat tetap diberlakukan pada kasus
yang ditanyakan, yakni pada janin umur 4 bulan tanpa tempurung kepala yang
diperkirakan hanya dapat bertahan hidup dua hari saja.
Selama tidak terdapat dalil syar’i –dari
Al-Qur`an dan al-Hadits-- yang mentakhsis (mengecualikan) dalil-dalil umum
tersebut, maka hukum aborsi pada bayi cacat tetap haram. Dalam hal ini kaidah
ushul menyebutkan :
“Al-‘aam yabqaa ‘ala ‘umuumihi
maa lam yarid daliil al-takhshish.”
(Dalil yang bersifat umum tetap berlaku
dalam keumumannya, selama tidak terdapat dalil yang mentakhsisnya
[mengecualikan keumumannya]).
Dalam hal ini kami tidak mendapatkan dalil
syar’i yang mengecualikan keumuman dalil-dalil tersebut, sehingga hukum aborsi pada
bayi cacat tetap haram, bagaimana pun juga keadaannya. Tidak peduli apakah dia
mempunyai tempurung kepala atau tidak, juga tidak peduli apakah dia hanya mampu
bertahan 2 hari atau tidak. Dalam semua keadaan ini hukum aborsi janin cacat
tetap haram dan tetap merupakan dosa di sisi Allah Azza wa Jalla.
Memang, menurut buku teks ilmu kedokteran
dan kandungan (obstetri dan ginekologi), bayi yang tidak kompetibel dengan
kehidupan, boleh diaborsi (the baby that incompetible with life, can be
aborted). Maksudnya, bayi yang diperkirakan tidak akan dapat bertahan hidup
lama di luar kandungan, sah-sah saja diaborsi.
Namun, kami tidak setuju dengan pendapat
tersebut. Sebab pendapat tersebut tidak mempunyai landasan syariah apa pun,
baik dari al-Qur`an atau al-Hadits. Itu hanyalah semata-mata opini manusia yang
hanya berlandaskan realitas empirik dengan standar manfaat.
Karena itu, pendapat tersebut tertolak (mardud)
secara tinjauan syar’i. Tidak pantas seorang muslim, baik pasien maupun dokter
ahli kandungan, berpegang dengan pendapat salah tersebut. Rasulullah SAW
bersabda :
“Barangsiapa yang melakukan suatu
perbuatan yang tidak berdasarkan petunjuk kami (Islam), maka perbuatan itu
tertolak (mardud).” (HR. Muslim).
Hanya saja, jika keberadaan bayi cacat itu
mengancam jiwa si ibu, dalam kondisi seperti ini aborsi dibolehkan secara
syariah. Sebab kondisi darurat memperbolehkan tindakan haram demi menjaga
kelangsungan hidup manusia.
Kaidah fiqih menyatakan : “Adh-Dharuuratu
tubiihu al-mahzhuuraat.”
(Keadaan darurat membolehkan apa-apa yang
diharamkan).
Namun sekali lagi patut dicatat, kebolehan
aborsi ini bukan karena bayinya cacat, melainkan karena kondisi darurat.
Andaikata bayinya tidak cacat, namun keberadaannya mengancam jiwa ibu, boleh
pula ia digugurkan.
Kesimpulan
Aborsi pada bayi cacat hukumnya tetap
haram, sebab tidak terdapat dalil-dalil syar’i yang mengecualikan dari keumuman
dalil-dalil yang mengharamkan aborsi.
Tapi jika keberadaan bayi cacat itu
mengancam jiwa si ibu, maka dalam kondisi seperti ini aborsi bayi cacat
dibolehkan secara syariah. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment