M A K A L A H
HIPERTENSI
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
JULIANA
DOSEN PEMBIMBING :
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
GETSEMPENA
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian Hipertensi
Hipertensi dan
diabetes adalah faktor risiko stroke yang utama. Makalah ini membahas aspek
klinis hipertensi pada diabetes. Diabetes mellitus saat ini merupakan
penyakit yang prevalensinya semakin meningkat, bahkan dikatakan bahwa telah
muncul epidemi diabetes di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa pada tahun 2010
terdapat 221 juta penduduk dunia yang mengidap diabetes, dan dari sejumlah
ini 97% merupakan diabetes tipe 2 (selanjutnya disingkat DMT2).
Di Amerika saat
ini dperkirakan 20 juta penduduk menderita DM, sementara 90-95% merupakan
DMT2. Jumlah ini diprojeksikan akan meningkat secara dramatis pada
tahun-tahun mendatang akibat meningkatnya angka kegemukan, kurangnya
aktivitas fisik, dan semakin banyaknya penduduk berusia tua.
Di Indonesia,
prevalensi DM berkisar antara 1.5-2.3%, dan berdasar prevalensi ini jumlah
penderita DM di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan akan meningkat sebesar
86-138% dibandingkan kenaikan penduduk Indonesia pada periode yang sama yang
hanya sebesar 40% saja. Berdasarkan pola pertumbuhan penduduk, diperkirakan
pada tahun 2030 terdapat 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun,
dari jumlah ini diprediksikan akan terdapat 12 juta penderita DM di daerah
urban dan 8.1 juta di daerah rural
B. Hipertensi pada diabetes
Penyebab kematian utama pada penderita DM adalah penyakit kardiovaskuler.
Berbagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang terhimpun dalam DM di
antaranya adalah hipertensi, obesitas sentral, dislipidemia,
mikroalbuminuria, kelainan koagulasi, tiadanya “nocturnal dipping” tekanan
darah dan nadi, serta hipertrofi ventrikel kiri.
Di antara faktor risiko ini, hipertensi dapat mencapai dua kali lebih
sering terjadi pada diabetes dibandingkan dengan penderita non diabetes, pada
DMT1 hipertensi terdapat pada 10-30% penderita, sedangkan pada DMT2 30-50%
penderita mengidap hipertensi.
Dengan adanya komorbiditas antara dua penyakit ini, berarti dua “silent
killers” terdapat pada satu penderita, dan ini ternyata akan diikuti dengan
risiko kejadian kardiovaskuler yang juga lebih tinggi daripada tanpa
komorbiditas.
Diagnosis dan pengobatan hipertensi penting untuk mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler pada penderita diabetes. Penelitian observasional menunjukkan bahwa penderita dengan komorbiditas diabetes dan hipertensi mempunyai risiko penyakit kardiovaskuler kurang lebih dua kali lipat dibanding penderita nondiabetik dengan hipertensi. Pengurangan mortalitas kardiovaskuler paling besar terjadi bila tekanan diastolik diturunkan hingga di bawah 80 mmHg, sementara bukti-bukti epidemiologik menunjukkan bahwa menurunkan tekanan sistolik di bawah 130 mmHg akan sangat menguntungkan.
Oleh karenanya kontrol tekanan darah yang agresif harus dilakukan pada
semua penderita diabetes. UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)
menyimpulkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg
akan mengurangi risiko komplikasi diabetes sebesar 12%, mengurangi risiko
kematian 15%, risiko infark miokard 11% dan komplikasi mikrovaskuler 13%.
C.
Pengelolaan hipertensi pada diabetes
Pada penderita
dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau diastolik 80-89 mmHg,
dapat dilakukan pendekatan perubahan perilaku atau perubahan pola hidup
sekurang-kurangnya selama tiga bulan, yang meliputi : pembatasan asupan
garam, pengaturan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan
rokok, dan konsumsi alkohol tak berlebihan.
Pada penelitian
Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH) modifikasi gaya hidup di atas
secara nyata dapat menurunkan tekanan darah. Asupan garam yang berlebihan
terbukti menyebabkan efek yang buruk pada penderita diabetes karena dapat
mengurangi efek obat antihipertensif. Pembatasan garam sedang pada berbagai
penelitian terkontrol ternyata dapat menurunkan tekanan darah sistolik
sebesar 5 mmHg dan diastolik sebesar 2-3 mmHg.
Penurunan berat badan juga dapat menurunkan tekanan darah. Penurunan
berat badan 1 kg ternyata dapat menurunkan tekanan darah 1 mmHg. Aktivitas
fisik dengan intensitas sedang, misalnya jalan cepat selama 30-45 menit
hampir setiap hari, terbukti menurunkan tekanan darah. Yang tak kalah
pentingnya bagi penderita diabetes dengan hipertensi adalah menghentikan
rokok dan konsumsi alkohol berlebihan.
Bila dalam waktu
sekurang-kurangnya tiga bulan ternyata tekanan darah tidak turun sampai di
bawah 130/80 mmHg, maka perlu ditambahkan pengelolaan farmakologik. Penderita
diabetes dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg selain modifikasi gaya hidup
perlu segera diberikan obat antihipertensi. dengan dosis yang tersedia,
kebanyakan obat antihipertensi akan menurunkan tekanan darah sistolik atau
diastolik pada 5-10% penderita dengan hipertensi ringan atau sedang.
Karena itu bila
target penurunan tekanan darah sampai <130/80 mmHg umumnya diperlukan
lebih dari satu macam obat antihipertensi, bahkan mungkin tiga atau lebih
macam obat. Selanjutnya dalam memilih obat antihipertensi, perlu
dipertimbangkan efek obat terhadap berkembangnya komplikasi mikrovaskuler dan
makrovaskuler.
|
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hipertensi dan diabetes adalah faktor risiko stroke yang utama.
Makalah ini membahas aspek klinis hipertensi pada diabetes. Diabetes
mellitus saat ini merupakan penyakit yang prevalensinya semakin meningkat,
bahkan dikatakan bahwa telah muncul epidemi diabetes di seluruh dunia.
Diperkirakan bahwa pada tahun 2010 terdapat 221 juta penduduk dunia yang
mengidap diabetes, dan dari sejumlah ini 97% merupakan diabetes tipe 2
(selanjutnya disingkat DMT2).
Penyebab
kematian utama pada penderita DM adalah penyakit kardiovaskuler. Berbagai
faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang terhimpun dalam DM di antaranya
adalah hipertensi, obesitas sentral, dislipidemia, mikroalbuminuria, kelainan
koagulasi, tiadanya “nocturnal dipping” tekanan darah dan nadi, serta
hipertrofi ventrikel kiri.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment